Senin, 05 Februari 2018, sekitar 20-an orang warga dari Desa Sumberanyar, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan didampingi Tim kuasa hukum dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, mendatangi Polres Kota Pasuruan, kedatangan kali ini bermaksud untuk melakukan klarifikasi terkait adanya panggilan polisi yang dilakukan terhadap dua orang pengurus Forum Komunikasi Tani Sumberanyar (FKTS) dan Kepala desa Sumberanyar.
Adapun klarifikasi ini dilakukan karena dalam surat panggilan yang dilayangkan oleh penyidik Polres Pasuruan tidak menjelaskan bahwa yang bersangkutan dipanggil untuk dimintai keterangan dalam perkara apa. Dalam surat panggilan Nomor B/124/I/2018/Satreskrim hanya dijelaskan bahwa ketiga orang tersebut dimintai keterangan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LBP/1593/XII/2017/Um/Jatim, tanggal 22 Desember 2017 atas nama pelapor Eddy Kuspangat, namun tidak ada penjelasan mengenai dugaan tindak pidananya. Hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 112 bahwa penyidik yang melakukan pemeriksaan harus menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, hal Ini juga diatur dalam perkap nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana pasal 25 ayat 2.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa konflik agraria yang terjadi antara warga desa Sumberanyar dan TNI AL telah terjadi sejak lama dan sampai hari ini belum ada upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah; baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Akibatnya, konflik ini terus berlarut-larut dan rentan terjadinya pelanggaran HAM, seperti yang yang pernah terjadi pada tanggal 30 Mei 2007 di Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Kab Pasuruan yang mengakibatkan 4 orang meninggal dunia dan 6 orang luka berat, akibat bentrokan antara warga dan TNI AL.
Menurut keterangan yang disampaikan oleh Kepala desa Sumberanyar, yang menjadi sumber konflik yaitu: Pertama, TNI AL menguasai tanah dengan bukti Sertifikat Hak Pakai atas nama Departemen Pertahanan dan Keamanan Nasional Cq. TNI AL, seluas + 5.435.010 m2 di Desa Sumberanyar Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan nomor urut 1, yang peruntukanya untuk permukiman. Kedua bukti kepemilikan Petok D, tanggal 3 oktober 1959 atas nama B. Mulyo alias Sanah Cs. Bukti Letter C Desa No.138 atas nama Sarimin Cs, bukti pembayaran pajak/SPPT setiap tahun, sampai saat ini warga masih bermukim dan mengelola lahan dengan berbagai jenis tanaman pangan sebagai sumber penghasilan.
Namun berdasarkan surat Kepala BPN Kanwil Jawa Timur No :570.35-4898, tertanggal 27 April 2000, bahwa bukti perolehan tanah seluas 5.396.450 m2 atas nama Dephankam Cq. TNI AL berupa Daftar Rekapitulasi Pembayaran Tanah Desa Sumberanyar (Nguling) tanggal 14 April 1963; Adapun Berita Acara Pembebasan tanah seluas 5.396.450 m2 terletak di Desa Sumberanyar, Kec, Nguling, Kab Pasuruan tersebut di atas tidak terdapat dalam warkah SK. No. 278/IIP/35/1992 tanggal 08 Juli 1992.
Dalam hal ini berbagai upaya-upaya penyelesaian telah dilakukan warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Tani Sumberanyar (FKTS). Bersama perangakat desa, mulai tingkatan Pemda Kabupaten Pasuruan, DPRD Kabupaten Pasuruan, DPRD Provinsi Jawa Timur dan bahkan sampai kepada pemerintah pusat. Namun hasilnya sampai hari ini nihil, justru yang ada pihak dari aparat TNI AL selalu melakukan intimidasi terhadap warga, di antaranya:
Pada tanggal 07 Nopember 2013 keluar surat TNI- AL Nomor: B/169-04/18/50/lant-V. tentang larangan meliputi: Menerbitkan data kepandudukan (KTP, KSK, dll), menerbitkan SPPT, memberikan ijin mendirikan bangunan, memproses jual beli, menerbitkan sertifikat tanah, memasang atau menambah jaringan listrik, melaksanakan perbaikan dan pembuatan jalan, memasang instalasi air minum, dan memasang instalasi telepon. Kemudian Pada bulan Oktober 2017, pihak TNI AL kembali mengeluarkan surat dan isinya sama dengan yang dikeluarkan pada Tahun 2013 silam terkait berbagai ihwal larangan yang harus dipatuhi oleh warga Desa Sumberanyar. Namun yang membedakan, pada tahun ini TNI AL membarengi surat larangan tersebut dengan surat undangan Sosialisasi Relokasi dan Pemerataan tanah yang ditujukan kepada Muspida, Muspika, Tokoh Agama Kabupaten Pasuruan, MUI dan Kepala Desa dari tanah sengketa. Yang isinya antara lain: (1) memberikan gambaran lokasi yang akan direlokasi terlebih dahulu; (2) ganti rugi berupa rumah sederhana tipe 4×6 dan uang Rp. 10 Juta; Pada tanggal 7 desember 2017, dilakukan pertemuan di Komsi 1 DPRD Pasuruan yang dihadiri anggota komisi A DPRD Jawa Timur, Asisten I Bidang Pemerintahan, Camat serta sebelas kepala desa di Kecamatan Lekok dan Nguling, dalam pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan di antaranya; pertama Komisi A DPRD Jatim berjanji akan akan membantu permasalahan yang dihadapi bebebarapa desa yang lokasinya tanahnya berada di wilayah Kolatmar TNI dan memfasilitasi komunikasi dengan TNI atas apa yang dikeluhkan warga; kedua akan mengawal larangan berupa surat yang dikeluarkan resmi oleh pihak TNI AL yang jelas dianggap menyalahi kewajiban dan sangat bertentangan dengan konstitusi negara; ketiga akan difasilitasi ke tingkat nasional agar permasalahan bisa segera diselesaikan.
Pada pertengahan bulan Desember 2017, pasca terjadinya pertemuan yang difasilitasi Komisi 1 DPRD pasuruan situasi di Desa Sumberanyar kembali memanas, kondisi ini dipicu diturunkanya alat berat oleh TNI AL untuk mengeruk lahan di wilayah Dusun Gunung Bakor, Desa Sumberanyar, untuk keperluan dan rencana pematangan lahan untuk membuat markas lagi di perbatasan daerah sengketa, yang kemudian direspon dengan rencana aksi unjuk rasa menolak pengerukan lahan tersebut. Namun aksi batal dilakukan karna pihak kepolisian siap bertanggung jawab untuk mengeluarkan alat berat dari lahan sengketa. lalu keesokan harinya tanggal 21 Desember 2017 pihak kepolisian mengadakan musyawarah di balai Desa Sumberanyar dengan dihadiri oleh Muspika dan pengurus FKTS beserta warga Sumberanyar, yang hasilnya ialah: (1) akan mengupayakan pertemuan di tingkat daerah agar ada komunikasi yang kondusif antara warga dengan TNI AL dan nantinya difasilitasi oleh Pemda; (2) selama belum ada tindak lanjut dari pertemuan itu (rapat di Pemda) maka polisi menjamin tidak ada penambangan di wilayah Desa Sumberenyar.
Kemudian pada tanggal 31 Januari 2018, ketua FKTS (Eko Suryono), Sekjend Papanjati (Lasminto) dan Kepala Desa (Purwo Eko Hadi Santoso) mendapatkan surat panggilan dari Polres Pasuruan Kota untuk dimintai keterangan/klarifikasi sehubungan dengan Laporan Polisi Nomor: LBP/1593/XII/2017/Um/Jatim, tanggal 22 Desember 2017 atas nama pelapor Eddy Kuspangat.
Berdasarkan hal tersebut kami menduga bahwa adanya upaya kriminalisasi terhadap aktivis FKTS dan Kepala desa Sumberanyar yang selama ini berjuang atas hak tanah mereka, untuk itu kami dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya bersama warga desa Sumeberanyar mendesak agar:
- Pihak Polres Kota Pasuruan menghentikan pemanggilan terhadap Saudara Eko Suryono, Lamsimto dan Purwo Eko Hadi Santoso.
- Mendesak Kapolri untuk mengingatkan jajaran di bawahnya (Polres) agar bertindak profesional, berintegritas, dan tetap melindungi prinsip-prinsip hukum serta hak asasi manusia.
Fatkhul Khoir
Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya
081230593651