KontraS Surabaya Gelar Refleksi 14 Tahun Pembunuhan Munir

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya menggelar refleksi 14 tahun pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib diatas pesawat Garuda GA-974 dalam perjalanan menuju ke Belanda untuk melanjutkan studinya. Acara yang digelar di kantor KontraS Jalan Lesti, Sabtu (8/9/2018) itu dihadiri puluhan orang dari berbagai kalangan.

Koordinator KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir di sela-sela refleksi mengatakan, hingga hari ini kasus pembunuhan Munir masih menyisakan misteri. Pada 22 Desember 2014 Soesilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 tentang pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Meninggalnya Munir serta mewajibkan pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan itu pada masyarakat. “Tapi hingga saat ini otak dibalik pembunuhan Munir belum terungkap,” katanya.

Pada 22 September 2016, Jokowi berjanji menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus Munir. Sayangnya, janji itu tak kunjung dipenuhi. Padahal pada 26 Oktober 2016, Sudi Silalahi (mantan Menseskab) atas permintaan Soesilo Bambang Yudhoyono telah mengirimkan salinan naskah dokumen hasil penyelidikan TPF Munir tersebut ke Istana Negara.

Kebenaran penyerahan salinan dokumen tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Johan Budi, Juru Bicara Kepresidenan. “Pada tahun ke-14 terbunuhnya Munir, kembali kami tegaskan bahwa, negara belum mampu membongkar konspirasi dalam kejahatan ini,” tandas Khoir.

Dirinya memastikan, pengungkapan otak pembunuhan Munir sangat terbuka. Hasil penyelidikan dan rekomendasi TPF adalah salah satu pintu masuk untuk membuka kembali temuan dan fakta dalam kasus ini. Fakta-fakta persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberi petunjuk yang cukup banyak.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam pertimbangan putusan Perkara Pidana Nomer 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama Pollycarpus menekankan bahwa, Pollycarpus melakukan kejahatan pembunuhan berencana. Pollycarpus juga memberi keterangan berbelit.

Majelis Hakim dalam putusannya juga menyebutkan ada hubungan komunikasi lewat telepon dari nomor handphone yang dikuasai saksi Muchdi Purwopranjono (mantan Deputi V Badan Intelejen Negara).

“Kapolri harus membentuk Tim Khusus di internal Polri untuk penanganan kasus ini. Tim ini diharapkan dapat membuat penanganan ini lebih fokus dan efektif, dengan melibatkan berbagai pihak yang profesional dan kredibel dari internal kepolisian,” pintanya.(msd)

Sebarkan !