KontraS Curiga Ada Pelanggaran HAM dalam Sidang Salim Kancil

SURABAYA, KOMPAS.com – Proses pengadilan kasus tambang ilegal di Lumajang, Jawa Timur, dinilai berakhir tanpa keadilan.

Karena itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Komnas HAM menyelidiki dugaan pelanggaran HAM pada proses persidangan tersebut.

Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, mengatakan, kegiatan pertambangan pasir ilegal tidak mungkin dilakukan oleh segelintir orang saja.

“Sementara persidangan tidak pernah berusaha memperluas pemeriksaan untuk menemukan kemungkinan pelaku baru,” katanya, Kamis (23/6/2016).

Persidangan tersebut, jelas Fatkul, berpotensi melanggar hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sesuai dengan UUD 1945 pasal 28D ayat 1.

“Karena itulah kami minta Komnas HAM untuk segera turun dan melakukan penyelidikan,” tandasnya.

Beberapa indikasi yang ditemukan KontraS atas dugaan pelanggaran HAM pada proses persidangan antara lain ditunjuknya hakim sidang yang tidak bersertifikasi lingkungan, minimnya berkas kasus tentang pertambangan ilegal yang harusnya menjadi pokok permasalahan selain pembunuhan dan penganiayaan terhadap Salim Kancil dan Tosan.

Selain itu, sejumlah berkas perkara yang menjerat pelaku tidak satupun terdapat berkas yang menjerat para penadah hasil pasir ilegal.

“Pertanyaan jaksa yang diulang-ulang selama proses pemeriksaan saksi hanya seputar kejadian pembunuhan, dan tidak memperlihatkan untuk menggali kasus lebih dalam,” jelasnya.

Siang tadi, Hariyono (44), otak pembunuhan aktivis lingkungan, Salim Kancil, divonis 20 tahun penjara oleh majelis hakim. Vonis terhadap mantan kepala Desa Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Hariyono penjara seumur hidup.

Vonis yang sama juga dijatuhkan hakim kepada Mat Dasir, rekan Hariyono, yang menjabat ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Selok Awar Awar.

Sebarkan !