SURABAYA — Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Jawa Timur mengecam Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampang yang memvonis dua tahun penjara terhadap tokoh Syiah Madura pada sidang kasus penodaan agama, Kamis (12/7/2012) kemarin. Tajul Muluk dinyatakan bersalah telah melakukan penodaan agama dengan menganggap Al Quran sekarang sudah tidak asli lagi.
Meski vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU, yaitu empat tahun penjara, tetapi Koordinator Kontras Jatim, Andy Irfan Junaidi, menganggap Ustaz Tajul seharusnya dibebaskan karena tidak terbukti melakukan penodaan agama. Ustaz Tajul, kata dia, hanya berdakwah Syiah yang kebetulan ajarannya minoritas di masyarakat.
“Seharusnya negara melindungi kebebasan berkeyakinan, meskipun itu minoritas,” ujarnya, Jumat (13/7/2012).
Putusan majelis hakim, kata dia, hanya didasarkan pada keterangan saksi dari JPU yang menyatakan bahwa Tajul Muluk telah menyampaikan dakwah di depan umum yang menerangkan bahwa kitab suci Al Quran tidak asli. Sedangkan kesaksian lain yang menolak atas keterangan saksi tersebut tidak diterima oleh hakim karena dianggap berbohong.
“Ini adalah sebuah pertimbangan yang melanggar ketentuan dalam KUHP,” terangnya.
Majelis hakim diduga telah memutuskan perkara dengan gegabah, tidak imparsial, dan mengabaikan fakta-fakta yang sesungguhnya. Karena itu, kata Andy, dalam waktu dekat Kontras akan melakukan eksaminasi atas putusan ini dan meminta agar Komisi Yudisial memeriksa majelis hakim dalam perkara ini.
“Selain itu, kami juga meminta pemerintah mengembalikan hak-hak sosial ekonomi dan harta benda Tajul Muluk dan keluarganya yang hancur akibat peristiwa pembakaran pondok pesantren pada akhir tahun lalu,” ujarnya.
Kasus ini adalah buntut dari konflik agama antara komunitas non-Syiah dengan komunitas Syiah yang minoritas di Desa Nangkernang, Sampang, Madura. Puncak konflik berujung pada tragedi pembakaran empat rumah, mushala, dan madrasah di kompleks pondok pesantren Ustaz Tajul, yang dilakukan kelompok anti-Syiah pada 30 Desember lalu.