Siaran Pers Bersama – Desakan kepada Kepolisian atas Penangkapan Secara Sewenang-Wenang, Intimidasi dan Kekerasan terhadap Tiga Orang Petani Wongsorejo, Banyuwangi

Siaran Pers Bersama
Desakan Kepada Kepolisian Atas Penangkapan Secara Sewenang-Wenang, Intimidasi dan Kekerasan Terhadap 3 Orang Petani Wongsorejo Banyuwangi

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Pil-net, HuMA mengecam keras tindakan penangkapan secara sewenang-wenang dan intimidasi yang diduga dilakukan oleh anggota Polisi Polres Banyuwangi terhadap 3 (tiga) orang warga; Sulak (54tahun) dan Sujali (52tahun) warga Dusun Karangrejo Selatan, Banyuwangi, serta Usman (57tahun) warga Dusun Karang Baru, Desa Alas Buluh Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi.

Adapun penangkapan ini dilakukan pada tanggal 17 Januari 2015 sekitar jam 02.00 dini hari dengan diduga melibatkan preman yang di sewa perusahaan PT. Wongsorejo. Upaya penculikan ini diduga terkait persoalan sengketa lahan sejak tahun 1970-an yang dilakukan oleh pihak perusahaan tersebut dengan warga desa Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi.

Penangkapan secara sewenang-wenang, intimidasi dan kekerasan yang dimaksud, didasarkan informasi berikut:

  1. Penangkapan yang dilakukan pada Sabtu, 17 Januari 2015, dilakukan secara tidak pantas dan layak, karena dilakukan pada dinihari, sekitar pukul 02.00 WIB. Tindak pidana terhadap ketiga petani tersebut terkait dugaan pengeroyokan (pasal 170 KUHP) dan bukan kejahatan berat dan juga tidak ada hal yang membahayakan aparat kepolisian sehingga jika perlu penangkapan dilakukan maka seharusnya pada siang hari. Sepantasnya anggota kepolisian melakukan pendekatan persuasif, dengan tetap memperhatikan prosedur yang ada.
  2. Penangkapan diduga melibatkan warga sipil bersenjata tajam, sehingga dalam hal ini profesionalisme dan independensi anggota kepolisian diragukan, selain melanggar prosedur hukum, juga menimbulkan potensi konflik horizontal antar masyarakat setempat.
  3. Penangkapan juga disertai dengan tindakan kekerasan dan intimidatif; Anggota kepolisian masuk melalui pintu belakang, dengan cara mendobrak pintu dan merusak dinding, selain itu terjadi intimidasi berupa ancaman dengan mengalungkan clurit ke leher salah satu warga yakni ibu Paini (isteri Nursadin) yang tengah hamil 8 bulan,  sehingga mengakibatkan yang bersangkutan mengalami keguguran.
  4. Pada saat penangkapan anggota kepolisian tidak menyertai dan menunjukan surat penangkapan, surat tersebut baru ditujukan pada hari sabtu tanggal 17 Januari 2015 sekitar jam 14.00 pada saat Agus (anak Pak Sujali) datang ke Polres bermaksud menjenguk bapaknya.

Tindakan-tindakan di atas telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yakni:  Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 33 ayat [1]; Undang Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 7; Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, Pasal 18 ayat 1 tentang pelaksanaan tugas penangkapan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP].

Oleh karenanya, kami mendesak kepada para pihak :

Pertama, Kapolda Jawa Timur melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap anggota-anggotanya di Polres Banyuwangi atas praktik penyiksaan maupun tindakan sewenang-wenang dengan melakukan penghukuman melalui proses pidana secara adil dan transparan sebagai bentuk efek jera agar dalam menjalankan tugas-tugas pemolisian mengedepankan prinsip-prinsip HAM dan aturan hukum yang berlaku, seperti Peraturan Kapolri (Perkap) No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri [Perkap] No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI.

Kedua, Kapolres Banyuwangi melakukan penanganan kasus ini secara profesional dan independen serta menjamin semua hak hukum ketiga warga : Usman, Sulak dan Sujali selama menjalani proses pemeriksaan di Kepolisian; diantaranya hak untuk dikunjungi, didampingi pengacara dan hak untuk mendapatkan penangguhan penahanan serta segera membebaskan ketiganya jika tidak ada bukti yang cukup.

Ketiga, memastikan anggota kepolisian di Polres Banyuwangi memahami dan mentaati berbagai aturan hukum dan HAM yang berlaku di tingkat Kepolisian.

Keempat, PT. Wongsoredjo segera mengembalikan lahan milik warga dusun Alas Buluh desa Wongsorejo seluas 220 Ha sesuai bukti yang dimiliki warga. Selain itu memberikan pemulihan dan ganti rugi kepada warga yang terkena dampak dari dari tindakan perusahaan yang menyerobot lahan warga sejak 1970-an.

Kelima, Kementrian Agraria dan Tata Ruang segera membatalkan 2 (dua) sertifikat Hak Guna Bangunan No. 3 dan No. 5 atas nama PT. Wongsoredjo yang dikeluarkan oleh BPN Banyuwangi ditahun 2014 karena menyalahi prosedur penerbitan HGB sebagaimana diatur dalam PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kedua sertikat tersebut sebagai akar persoalan sengketa lahan di desa Wongsorejo, Banyuwangi Jawa Timur.

Keenam, LPSK dan Komnas HAM menindaklanjuti pengaduan warga terkait adanya tindakan penculikan, intimidasi dan perlakuan merendahkan martabat manusia dengan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban guna memastikan proses hukum berjalan adil dan terpenuhinya HAM.

Ketujuh, Propam Mabes Polri harus segera melakukan penyelidikan atas laporan warga desa Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi karena adanya tindakan pelanggaran kode etik anggota Polres Banyuwangi dengan melibatkan pihak Irwasum Polri.
 

 

 

Jakarta, 26 Januari 2015

– Syamsul Munir / KontraS Jakarta (081380855841)
– Fatkhul Khoir / KontraS Surabaya (081230593651)
– Andi Muttaqien / PilNet (08121996984)
– Bawor /HuMA (08176033598)

Sebarkan !