Pernyataan Sikap Terkait Pembubaran HUT PRD ke-23 di Surabaya

Pernyataan Sikap Terkait Pembubaran HUT PRD ke-23 di Surabaya

Selasa 23 Juli 2019, Sebagaimana telah kita ketahui melalui beberapa pemberitaan, bahwa telah terjadi pembubaran acara peringatan Hari Ulang Tahun dan diskusi publik dengan tema “Ini Jalan Kita kedepan: Bangun persatuan Nasional, Wujudkan kesejahteraan Sosial, Menangkan Pancasila”, yang akan dilaksanakan oleh KPW Partai Rakyat Demokratik (PRD) Surabaya, dalam acara tersebut selain mengundang beberapa Mantan Aktivis 98, juga diundang pula Wakil Walikota Surabaya sebagai nara sumber dalam diskusi. Peristiwa pembubaran tersebut terjadi pada tanggal 22 Juli 2019, pembubaran tersebut dilatar belakangi oleh tekanan dari beberapa Ormas dan pihak Kepolisian dari Polres Surabaya dan Polda Jatim, dengan alasan kegiatan tersebut tidak mendapat izin. Berikut uraian kronologis yang kami dapatkan dari beberapa nara sumber dan pemantauan lapangan:

Jum’at, 19 Juli 2019,
Agus, petugas panitia penyekenggara HUT PRD ke 23 mengantar Surat izin pemasangan Spanduk ucapan DIRGAHAYU PRD yang ke 23 dan pengibaran bendera PRD diruas jalan kantor Satpol-PP kota Surabaya.

Pkl. 18.30 WIB. Di hari yang sama Moch. Rahmadani mengirim foto surat pemberitahuan kegiatan Diskusi Terbuka yang rencananya diadakan pada tanggal : 22 Juli 2019 bertempat di Rumah makan Sari Nusantara jl. Gubernur suryo no 24, kecamatan Genteng – Surabaya melalui WA ke anggota kepolisian.

Sabtu, 20 Juli 2019.
Moch Rammadani mengantarkan fisik surat pemberitahuan kegiatan diskusi terbuka ke kantor POLRESTABES Surabaya.

Minggu , 21 Juli 2019.
Beberapa anggota PRD (Moch Ramadani, ketua KPK PRD, Samirin ketua KPW PRD) mendapatkan tekanan melalui telepon, mereka dihubungi oleh beberapa intel baik dari POLRESTA Surabaya maupun dari POLDA Jawa Timur (tekanan tersebut terjadi mulai pagi hari hingga malam), mereka meminta untuk menggagalkan agenda diskusi terbuka tersebut karena disinyalir akan ada kelompok ormas yang akan mendatangi lokasi acara dan akan membubarkan acara tersebut. Berdasarkan keterangan yang disampaikan salah satu pengurus KPK PRD Kota Surabaya, selain melalui telpon, aparat keamanan baik dari Polrestabes maupun Polda Jatim juga mendatangi rumahnya dan meminta ke Panitia untuk menggagalkan acara diskusi dengan alasan bahwa tidak mendapat izin pemyelenggaraan acara dan akan ada beberapa kelompok/ormas (FPI, FKPPI dan HIPAKAD) yang AKAN membubarkan acara tersebut.

Pukul 14. 15. Panitia ditelpon oleh pemilik RM Sari Nusantara untuk diajak ketemu di lokasi usahanya, sesampai lokasi jam 14.30 wib dan kami langsung disambut dengan wajah takut dari pemilik RM tersebut dan ia mengatakan telah mendapat tekanan dari pihak Polisi ( POLDA ) bahwa ada larangan kegiatan PRD di RM tersebut, dengan alasan bahwa kegiatanyang akan dilaksanakan PRD tersebut tidak memiliki izin dan akan ada penyerangan dari Ormas. Akibat tekanan tersebut pemilik RM memutuskan untuk melarang kami mengadakan acara diskusi terbuka di tempat usahanya serta uang tanda jadi dikembalikan.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya agenda diputuskan oleh panitia akan di adakan di posko menangkan Pancasila Jawa timur. Seluruh undangan ditarik ke Bratang gede, sebagian undangan dibatalkan keberangkatannya Karena tempat yang tidak representatif untuk banyak orang.

Pukul 19.40 . Setelah pembukaan acara yang berjalan sekitar 5-10 menit, sekumpulan massa dari FPI, FKPPI dan HIPAKAD mulai berdatangan di lokasi, masa berkumpul sampai diperempatan gang, sebelum akhirnya mereka dihentikan oleh pihak keamanan dan warga.

Berdasarkan uraian kronologis tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mengecam keras atas terjadinya intimidasi hingga berujung pada penyerangan dan pembubaran paksa terhadap kegiatan peringatan HUT PRD ke- 23 dan diskusi publik dengan tema “Ini jalan kita kedepan: Bangun persatuan Nasional, Wujudkan kesejahteraan Sosial, Menangkan Pancasila”. Aksi menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang merupakan hak konstitusional setiap warga Negara Republik Indonesia, yang wajib dilindungi oleh negara khusunya kepolisian sebagai aparat keamanan, sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam UUD 1945, Pasal 28e ayat 2 yang menyebutkan: “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya” dan Pasal 28e ayat 3 menyebutkan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Selain dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28e ayat 2, kebebasan berpendapat dan berkekspresi juga telah dijamin dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusi dalam Pasal 23 ayat (1), yang secara jelas mengatakan bahwa: “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya” dan ayat (2) “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektonik dengan memperhatikan nila-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Pasal 24 ayat (1) “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.”

Berdasarkan pada fakta-fakta diatas, kontras surabaya menyimpulkan bahwa dalam peristiwa ini Kepolisian telah lalai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi kepolisian yaitu, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, untuk itu Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya bersama Federasi KontraS mendesak kepada:

  1. Kapolri untuk mengevaluasi kinerja Polda Jawa Timur dan Kapolrestabes Surabaya.
  2. Aparat Kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari segala ancaman kekerasan dan menghentikan segala bentuk tindakan persekusi yang bertentangan dengan hukum dan HAM.

Surabaya, 23 Juli 2019

Fatkhul Khoir
Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya
081230593651

Sebarkan !