Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, mengecam keras tindakan presiden Joko Widodo yang baru-baru ini mengusulkan Sutiyoso sebagai calon tunggal kepala Badan Inteljen Negara (BIN), kondisi tersebut jelas telah menciderai rasa keadilan bagi masyarakat, dan juga berbanding terbalik dengan janji kampanye Jokowi dalam Nawa Cita.
Peristiwa 27 Juli 1996 merupakan salah satu contoh dari sekian perilaku buruk negara di masa lalu, dimana Mantan Presiden Suharto menggunakan militer (political power) yang menjadi alat kontrol sipil dan pelaku kekerasan. Selain peristiwa penyerbuan kepada kantor Partai Demokrasi Indonesia, Negara juga membuat kebijakan sistematik yang menuduh aktivis mahasiswa dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) menjadi pelaku penyerbuan tersebut. Pasca peristiwa tersebut, puluhan aktivis dikejar-kejar, diintimidasi, ditangkap sewenang-wenang, bahkan diadili. Secara sistematik pula negara membungkam sikap kritis mereka terhadap kondisi ketidakadilan yang terjadi.
Penyelidikan Komnas HAM menunjukkan 5 orang meninggal dunia, 149 orang luka-luka, dan 136 orang ditahan. Komnas HAM menegaskan telah terjadi pelanggaran HAM pada peristiwa memilukan itu. Pada tahun 2012 melalui media masa mantan Pangdam Jaya Mayjen Sutiyoso mengaku bertanggungjawab atas peristiwa ini, fakta tersebut seharusnya menjadi pertimbangan bagi presiden untuk menggusulkan Sutiyoso menjadi calon tunggal Kepala BIN.
Jika kejahatan negara di masa lalu tidak diungkapkan dan diselesaikan, sama artinya dengan memberikan afirmasi bahwa kejahatan Negara di masa lalu adalah tindakan yang dibenarkan. Sikap ini menyalahi semangat dan cita-cita reformasi dan amanat konstitusi. TAP MPR IV/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004, Bab II tentang Kondisi Umum, menyatakan tentang prilaku abuse of power pada masa Orde Baru, “Mengakibatkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia di Indonesia masih memprihatinkan yang terlihat dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan.” TAP MPR V/2000 Ketetapan MPR TAP MPR V/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. TAP MPR memandatkan upaya penegakan “kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau“.
Mengacu pada hal tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mendesak:
- Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Sutiyoso sebagai kepala BIN
- DPR RI menolak pencalonan Sutiyoso
Surabaya, 11 Juni 2015
Fathkul Khoir
Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya