Press Release
Untuk Segera Disiarkan
Hentikan Penangkapan Sewenang-Wenang dan Penyiksaan
Surabaya, 1 September 2025 – Berdasarkan hasil pendampingan dan pemantauan Tim Advokasi dan Pemantauan KontraS Surabaya terhadap kasus penangkapan dan penahanan peserta aksi demonstrasi di Surabaya pada tanggal 29, dan 30 Agustus 2025, ditemukan sejumlah fakta penting yang patut menjadi perhatian publik secara luas:
- Aparat Kepolisian melakukan penangkapan dan penahanan secara acak terhadap sejumlah warga sipil (termasuk anak-anak) yang sedang mengendarai motor dan kebetulan melewati jalan atau lokasi yang berdekatan dengan area demonstrasi. Beberapa warga yang ditangkap dan ditahan mengaku tidak sedang mengikuti aksi demonstrasi. Mereka hanya sedang melakukan aktivitas sehari-hari, seperti pulang dari kerja, pergi ke warung kopi bahkan pulang dari pesantren.
- Para korban penangkapan menerangkan bahwa mereka dihentikan secara paksa, kemudian digelandang ke kantor-kantor Polsek atau Polres.
- Hampir seluruh korban penangkapan yang ditahan di Polrestabes Surabaya mengalami luka fisik, mulai dari luka di kepala, memar di wajah, badan, hingga kaki. Beberapa korban bahkan mengalami gangguan penglihatan dan harus menutup mata dengan perban. Para korban menyatakan mereka dianiaya dan dikeroyok aparat Kepolisian, termasuk oleh anggota Brimob, pada saat penangkapan atau selama ditahan di Polrestabes Surabaya.
- Seluruh telepon genggam korban penangkapan disita aparat Kepolisian tanpa prosedur yang sesuai dengan KUHAP.
- Seluruh korban penangkapan dipaksa dicukur hingga gundul.
- Tim Advokasi dan Pemantauan KontraS Surabaya mengalami hambatan dalam memperoleh informasi jumlah keseluruhan warga yang ditangkap dan ditahan. Hingga pukul 23.00 WIB, 31 Agustus 2025, diperkirakan jumlahnya sekitar 160 orang. Sebagian besar sudah dibebaskan, namun beberapa orang masih ditahan dengan alasan yang tidak jelas.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami menyatakan penyesalan dan keprihatinan mendalam atas tindakan aparat Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya yang tidak profesional, minim akuntabilitas, dan melanggar prinsip-prinsip HAM. Bentuk tindakan yang tidak profesional, minim akuntabilitas, dan melanggar HAM antara lain:
- Penangkapan acak terhadap warga pengguna jalan yang kebetulan melintas di dekat lokasi demonstrasi.
- Tindak penganiayaan dalam proses penangkapan dan penahanan.
- Penyitaan telepon genggam tanpa prosedur hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP dan peraturan perundangan yang berlaku.
- Pemaksaan mencukur rambut hingga gundul terhadap seluruh korban penangkapan. Tidak ada satu pun aturan hukum yang membenarkan tindakan tidak professional ini. Pemaksaan semacam itu merupakan penghinaan terhadap martabat warga sipil. Ini bukan hanya tindakan tidak professional, tetapi juga tidak beradab dan mencerminkan praktik represif yang terbelakang.
Oleh karena itu, kami mendesak:
- Segera membebaskan seluruh warga korban penangkapan selama demonstrasi 29 dan 30 Agustus 2025 tanpa syarat.
- Kapolrestabes Surabaya untuk meminta maaf secara terbuka kepada warga Surabaya, keluarga korban, dan segera mengundurkan diri dari jabatannya karena telah mempertontonkan praktik penangkapan sewenang-wenang, penganiayaan, serta penyelidikan yang tidak profesional.
- Menghentikan segala bentuk penangkapan sewenang-wenang dan penggunaan kekerasan dalam pengendalian ketertiban dan keamanan selama berlangsungnya demonstrasi.
- Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya agar sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Koordinator KontraS Surabaya
Fatkhul Khoir, S.H.