Penyalahgunaan Wewenang dan Penggunaan Kekuatan Berlebih: Ancaman Bagi HAM dan Demokrasi Oleh Aparat Kepolisian

20 Oktober 2020, Bertepatan dengan satu tahun masa jabatan Jokowi – Ma’ruf Amin, ribuan orang yang tergabung dalam Gerakan Aksi Tolak Omnibus Law (GETOL) melakukan aksi unjuk rasa menolak omnibus Law di gedung Grahadi, Surabaya. Meskipun aksi unjuk rasa berjalan damai, namun masih terdapat beberapa masyarakat sipil yang menjadi korban penangkapan oleh aparat kepolisian, berdasarkan rilis pers yang dilakukan oleh Kabid Humas Polda Jawa Timur Trunoyudo Wisnu Andiko[1] terdapat setidaknya 169 orang ditangkap dengan dugaan hendak melakukan tindak kerusuhan.

Ancaman Bagi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi: Penangkapan Sewenang-wenang, Tindak Kekerasan dan Hilangnya Akses Perlindungan Hukum

Berdasarkan pada pemantauan (lapangan & media), laporan masyarakat, serta keterangan korban penangkapan, diketahui telah terjadi beberapa tindak pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat melakukan penangkapan. KontraS Surabaya menemukan bahwa telah terjadi tindakan penyalah gunaan kekuatan/ wewenang dan penggunaan kekuatan berlebih dalam proses penangkapan yang dilakuakan oleh aparat kepolisian, berikut adalah temuan yang berhasil dikumpulkan oleh KontraS Surabaya;

  1. Penyalahgunaan wewenang aparat kepolisian dalam pengamanan unjuk rasa terjadi dalam bentuk penangkapan kepada massa aksi yang baru akan melakukan aksi, mereka yang menggunakan baju hitam, hingga kepada masyarakat sipil yang tidak melakukan aksi (berada disekitar lokasi unjuk rasa). Penangkapan secara sewenang-wenang ini selain berdampak kepada penghilangan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi korban, juga berdampak pada pemberian stigma bahwa mereka yang ditangkap adalah pengunjuk rasa yang akan melakukan kerusuhan.
  2. Selain melakukan penangkapan, aparat kepolisian juga melakkukan tindakan penggunaan kekuatan berlebih hingga berdampak pada tindak kekerasan yaitu pemukulan kepada salah satu peserta aksi yang ditangkap.
  3. Seperti halnya dalam penangkapan 08 Oktober silam, aparat kepolisian Polrestabes Surabaya kembali melakukan pelanggaran berupa menghalang-halangi akses informasi mengenai data korban penangkapan, tindakan tersebut kemudian berdampak kepada sulitnya tim advokasi dalam memberikan bantuan hukum.

Tindakan-tindakan aparat kepolisian di atas merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pasal 34, UU No. 39 th. 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 6 huruf (b) dan Pasal 15 huruf (e) PERKAP No. 14 Th. 2011 tentang Kode Etik Profesi Polisi, serta Pasal 11 ayat 1 huruf (a)  PERKAP No. 8 Th. 2009 tentang Pengimplemetasian HAM.

Banyaknya tindakan melanggar hukum yang dipertontonkan oleh aparat kepolisian dan tidak adanya aparat yang dijatuhi sanksi karena telah melanggar hukum dalam pengamanan unjuk rasa menolak Omnibus Law, merupakan dua hal yang menunjukan bahwa kerja-kerja aparat kepolisian indonesia masih jauh dari kata profesional dan akuntabel. Kondisi tersebut juga sekaligus menunjukan bahwa upaya reformasi kepolisian tidak banyak mengalami kemajuan, dan cenderung mengalami kemrosotan dalam 5 tahun terakhir. Selain berdampak kepada semakin tingginya petensi pelanggaran HAM, tindakan-tindakan aparat kepolisian tersebut juga akan berdampak kepada hilangnya kepercayaan publik terhadap aparat kepolisian dan penegakan hukum di Indonesia.

Rekomendasi

Penyalahgunaan kekuatan/wewenang (abuse of power) dan penggunaan kekuatan berlebih oleh aparat kepolisian sehingga menimbulkan korban dikalangan warga masyarakat sipil masih terus terjadi dan berulang, karena itu KontraS menuntut kepada Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya  untuk :

  1. Menghentikan semua proses hukum yang dikenakan kepada para demonstran yang mengikuti aksi tolak omnibus law pada tangal 20 Oktober 2020.
  2. Menyampaikan permohonan maaf dan mengakui bahwa aparat kepolisian telah melakukan tindak kekerasan, penangkapan, dan intimidasi kepada masyarakat umum serta peserta unjuk rasa selama aksi menolak omnibus law di Grahadi.
  3. Melakukan evaluasi secara menyeluruh dan langkah-langkah perbaikan terhadap kinerja seluruh anggota aparat POLDA Jawa Timur dan POLRESTABES Surabaya.
  4. Memberhentikan secara tidak hormat kepada seluruh petugas yang terlibat dalam peristiwa tindak kekerasan, penangkapan dan intimidasi, serta memproses kasusnya sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.
  5. Memenuhi hak korban dengan memberikan kompensasi, dan rehabilitasi yang layak demi kemanusiaan.

Surabaya, 22 Oktober 2020

KontraS Surabaya
Faisal – Koordinator

 

[1] https://www.antaranews.com/berita/1794537/polisi-tangkap-169-orang-saat-demo-tolak-uu-cipta-kerja-di-surabaya

Sebarkan !