Sekali Lagi Kepolisian Gagal Melindungi Hak Kebebasan Beribadah dan Berkeyakinan!

Hari ini, 1 April 2016 di Bangil, Pasuruan sejumlah massa dari ormas intoleran telah menyerang dan membubarkan acara keagamaan ‘Wiladah Putri Nabi SAW Fatimah Azzahrah’ yang diselenggarakan oleh Islamic Woman Center (ISWOC).

Kegiatan yang sedianya akan diselenggarakan pada pukul 8 pagi di Gedung Diponegoro Bangil akhirnya dipindahkan karena ancaman serangan ratusan massa yang mengatasnamakan ormas Aswaja Bangil.

Panitia acara menyampaikan, bahwa 3 hari sebelumnya sekitar 25 orang mendatangi pemkab Pasuruan dan meminta agar pelaksanaan wiladah Putri Nabi Muhammad SAW tidak diselenggarakan di Bangil. Atas desakan tersebut, Pada hari Kamis, 31 Maret 2016, Sekitar Jam 20.00-20.30 WIB pihak panitia dipanggil Bupati. Dalam pertemuan tesebut yang dihadiri oleh Bupati, Polres, Kodim, dan perwakilan dari pengadilan, pihak Bupati menyatakan agar panitia tidak melaksanakan kegiatan tersebut atau memindahkan acara ke tempat lain di Bangil.

Namun, panitia bersikukuh agar acara para muslimah ini tetap berlangsung, dan pihak panitia tetap menolak untuk memindahkan acara tersebut ke tempat lain dengan alasan bahwa kegiatan ini ingin mengenalkan sosok putri Nabi Muhammad SAW, Sayyidah Fatimah kepada masyarakat.

Pada 1 April jam 01.30 dini hari pihak panitia akhirnya memutuskan untuk memindahkan acara ke salah satu rumah warga yang ada di lingkungan kawasan RT 2 RW 11 Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, dengan kesepakatan ada jaminan keamanan dari aparat kepolisian.

Pada sekitar jam 09.30 massa dari ormas Aswaja mulai berdatangan ke tempat acara dan minta agar panitia membubarkan acara. Sebelumnya massa Aswaja terlebih dahulu berkumpul di alun-alun Bangil dan melakukan aksi jalan kaki bergerak ke tempat acara di area Kelurahan Kalirejo. Saat di lokasi kegiatan, massa intoleran meneriakkan ujaran-ujaran kebencian, dan menyebarkan selebaran yang berisi seruan kekerasan kepada komunitas Syiah dan menuntut dibubarkannya kegiatan pengajian ‘Wiladah Putri Nabi SAW Fatimah Azzahrah’.

Pada saat kejadian Polisi dan aparat TNI cukup banyak di lapangan, akan tetapi tidak melakukan pencegahan atas gerakan massa Aswaja, dan seolah memberikan kesempatan kepada mereka untuk melancarkan intimidasi dan ujaran kebencian kepada peserta kegiatan ‘Wiladah Putri Nabi SAW Fatimah Azzahrah’ yang sebagian besar diikuti ibu-ibu dan anak-anak. Yang lebih memprihatinkan, diantara pimpinan massa intoleran tersebut juga terdapat anggota DPRD kabupaten Pasuruan, yang secara terbuka mendesak pembubaran kegiatan keagamaan ini. Akhirnya, atas desakan dari kepolisian, sekitar jam 10.00 WIB pihak panitia membubarkan kegiatan, yang seharusnya acara akan selesai pada jam 12.30 WIB.

Belum selesai sampai disitu, peserta kegiatan pengajian ‘Wiladah Putri Nabi SAW Fatimah Azzahrah’ yang sebagian besar diikuti perempuan dan anak-anak ini harus keluar dari lokasi kegiatan dengan melewati kerumunan massa intoleran yang meneriaki mereka dengan teriakan ujaran kebencian, pengkafiran, dan sebagainya. Ratusan aparat kepolisian yang berada di lokasi kejadian hanya berjaga-berjaga dan membiarkan semua tindakan massa intoleran tersebut.

Atas kejadian ini kami dari KontraS Surabaya mendesak agar:

1. Kepolisian mengambil tindakan tegas dengan menangkap para pelaku pembubaran.

2. Propam Polri menindak tegas seluruh pimpinan Kepolisan Pasuruan yang membiarkan terjadinya aksi kekerasan ini.

3. Pecat Kapolres Pasuruan.

4. Mendagri agar memberikan sanksi tegas kepada jajaran Pemerintah Kabupaten Pasuruan atas kelalaian mereka dalam mencegah berkembangnya gerakan intoleransi di Pasuruan.

5. Pimpinan Ormas Islam, khususnya NU dan Muhammadiyah dan Komunitas Pesantren agar bersama-sama menyerukan perdamaian dan menolak kekerasan berdasar agama.

Fatkhul Khoir
Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya
081230593651

 

Berikut ini merupakan kronologis peristiwa:

Pada tanggal 31 Maret 2016 Panitia mendapat undangan dari bupati untuk rapat membahas permasalahan di pasuruan yang dihadiri oleh forkopimda, perwakilan pemilik gedung 1 orang, YAPPI 2 orang dan pihak panitia 2 orang. Pada saat pertemuan Bupati menyampaikan bahwa acara milad agar dibatalkan atau pindah di salah satu institusi pendidikan di banggil.

Dalam pertemuan itu panitia menanyakan keberatannya bupati atas acara itu. Kemudian kapolres mengatakan ada 25 orang mengatasnamakan masyarakat bangil yang keberatan acara dilangsungkan di Gedung Diponegoro. Mendengar apa yang disampaikan oleh bupati dan kapolres panitia menolak dengan berbagai alasan sampai belum adanya titik temu, tetapi pertemuan ditutup dengan rekomendasi acara harus dilaksanakan di YAPPI.

Selanjutanya kami mengusulkan acara di pindah ke rumah salah satu panitia dan usulan tersebut diterima oleh Bupati melalui telpon dan sms dengan catatan dari panitia bahwa :

  1. Bupati siap menghentikan ujaran kebencian yang dilakukan oleh kelompok pengajian yang ada di Bangil yang seringkali diberengi dengan kegiatan konvoi motor setiap hari sabtu, dalam dua minggu sekali.
  2. Menurunkan spanduk-spanduk yang isinya provokatif yang ada di kota Bangil.
  3. Menjamin keamanan pelaksanaan acara

Pada tanggal 01 April 2016, acara yang seharusnya dilaksanakan pada jam 08.00 dimulai lebih awal sekitar jam 07.30 dengan alasan agar acara bisa selesai sebelum sholat jum’at. Acara ini dimulai dengan pembacaan tahlil, tawasul dan maulid habsyi.

Pada jam 09.00 massa yang menginginkan acara dibubarkan sudah sampai di dekat gang tempat dilangsungkannya acara milad.

Pada jam 09.30 petugas kemanan datang menjaga karna massa sudah berada di ujung gang tempat acara dilangsungkan. Pada jam 09.55 acara dipaksa berhenti oleh aparat keamanan, sebelum acara inti dimulai. Meskipun acara sudah dihentikan oleh panitia massa tetap ingin membubarkan ibu-ibu dan anak yang masih berada di lokasi.

Sebarkan !