Menuntut Profesionalisme Kepolisian dan Pemenuhan Keadilan dalam kasus Penembakan Riyadus Sholihin

Pada hari jum’at tanggal 28 Oktober 2011, telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah anggota Kepolisian Resor Sidoarjo Jawa Timur yang berakibat meninggalnya Riyadus Sholihin (30) seorang warga Desa Sepande Kecamatan Candi Sidoarjo meninggal dunia. Tindak kekerasan ini merupakan bentuk penyimpangan yang melanggar kode etik kepolisian, menyalahi prosedur, dan merupakan pelangaran HAM.

Terkait hal ini KontraS telah melakukan upaya pencarian fakta di lapangan. Beberapa fakta yang telah berhasil dikumpulkan kontras adalah sebagai berikut :

Pada hari Jum’at,  28 oktober sekitar pukul 01.00. Riyadus Sholihin (korban) adalah yang dikenal sebagai guru ngaji dan bekerja sebagai pedagang tempe keliling serta sopir antar jemput buruh pabrik PT Ecco sedang mengendarai mobil (minibus) melewati Jalan Raya Sepande di wilayah Dusun Brangkal Kembar Kec. Candi Sidoarjo. Pada saat itulah mobilnya bersenggolan (menyerempet) dengan sepeda motor yang dikendarai Briptu Widianto (seorang petugas polisi dari Polres Sidoarjo. Tidak jelas, siapakah yang menyerempet duluan, apakah korban ataukah Briptu Widianto. Dilihat dari bekas yang ada di mobil korban, terdapat lecet pada bagian kanan (body) mobil. Selanjutnya, enam petugas Polisi yaitu Briptu Widianto beserta kelima temannya yang lain yaitu briptu Siswanto, briptu Eko Riswanto, aiptu Agus, bripka Dominggus, briptu Iwan mengejar mobil korban. Beberapa petugas melepaskan tembakan berkali-kali, terdapat beberapa warga disekitar lokasi kejadian mendengar dan menyaksikan secara samar kejadian ini. Warga tidak beran mendekat ke lokasi kejadian karena para anggota kepolisian tersebut menyatakan bahwa yang ditembak tersebut adalah perampok. Akibat tembakan tersebut, mobil korban oleng dan menabrak pagar toko milik H. Suparman. Salah satu petugas, yaitu Briptu Eko melepaskan tembakan ke kaca pintu samping  kanan (mobil), mengenai lengan kanan Solihin dan tembus ke tubuh korban. Setelah itu, korban diseret oleh beberapa anggota kepolisian tersebut, dimasukkan ke dalam mobil warna silver dan dibawa menuju arah Surabaya.

Sekitar pukul 06.00. Haji Kusnan, kakak ipar korban (Riyadus Solihin) mendatangi kantor Polres Sidoarjo dengan tujuan melapor terkait keberadaan korban sampai pagi hari yang tidak kunjung pulang ke rumah. Haji Kusnan bertemu salah seorang petugas Polres Ipda Mahfudz, dan mendapatkan informasi bahwa ada korban kecelakaan atas nama Riyadus Solihin dan kemungkinan berada di RS Sidoarjo. Selanjutnya Haji Kusnan mengecek keberadaan korban di RS Sidoarjo, tetapi ternyata korban tidak ada.

Sekitar pukul 08.00 Haji Kusnan kembali ke kantor Polres Sidoarjo untuk menanyakan dimana sesungguhnya keberadaan korban. Kasatreskrim Polres Sidoarjo memberitahukan kepada H. Kusnan bahwa korban telah meninggal karena tertembak dan jenazah berada di RS Bhayangkara Jatim.
Sekitar pukul 14.00,  keluarga korban mengambil jenazah dari RS Bhayangkara Jatim untuk dibawa pulang dan dimakamkan pada sekitar pukul 19.00

Berdasarkan keterangan dari para saksi, pada saat beberapa jam sebelum terjadi penembakan (sekitar pukul pukul 23.00,  Kamis malam 27 oktober)  Briptu Widianto dan kelima temannya yang lain yaitu Briptu Siswanto, Briptu Eko Riswanto, Aiptu Agus, Bripka Dominggus yang tidak berseragam dinas (berpakaian preman) sedang berada di PONTI Cafe & Resto.

Pihak Polres Sidoarjo menyatakan bahwa penembakan dilakukan kepada korban sudah sesuai dengan prosedur karena korban akan melawan petugas dengan menggunakan clurit, dan sempat melukai jari kelingking tangan kanan Briptu Eko. Penjelasan Polres ini sangat ganjil, karena ketika Briptu eko melepaskan tembakan ke arah korban, sebelumnya peluru lebih dahulu menembus kaca pintu samping,  artinya kaca tersebut dalam keadaan tertutup. Dan dalam keadaan kaca pintu yang tertutup, hal itu tidak memungkinkan bagi korban untuk melawan petugas dengan menggunakan celurit. Dan ketika lengan kanannya sudah tertembak, mustahil bagi korban mampu mengacung-acung kan clurit, karena akibat tembakan tersebut, korban sudah tak berdaya, dan meninggal beberapa saat kemudian.

Sampai dengan laporan ini dibuat, Kepolisian belum melakukan klarifikasi resmi atas pernyataan ini, selain itu Kepolisian juga belum menyerahkan hasil Visum et Repertum kepada keluarga korban. Dalam pernyataannya di beberapa media massa, yang dimuat pada tanggal 31 Oktober 2011, pihak kepolisian hanya menyatakan bahwa kejadian ini merupakan kelalaian dan kesalahan petugas serta menetapkan Briptu Eko sebagai tersangka.

Berdasarkan keterangan-keterangan yang diambil dari beberapa saksi dan keluarga korban, KontraS berkesimpulan :

  1. Korban adalah seorang warga negara biasa yang dikenal berkelakuan baik dan bukan seorang pelaku tindak kriminal;
  2. Penembakan yang dilakukan oleh Briptu Eko Dkk. terhadap korban bukan ketidak sengajaan, bukan pula upaya pembelaan diri, melainkan serangan langsung kepada korban yang dilakukan dalam keadaan sadar;
  3. Penembakan ini adalah tindakan pembunuhan dengan kesengajaan yang dilakukan secara bersama-sama;

Peristiwa ini adalah merupakan bentuk tindak pelanggaran HAM yang acapkali dilakukan oleh petugas Kepolisian, sebuah bukti bahwa Reformasi Kepolisian masih jauh dari harapan publik. Penggunaan kewenangan yang tidak semestinya (abuse of power) dan penggunaan kekuatan yang berlebihan sangat sering dilakukan oleh Kepolisian dan menimbulkan korban dikalangan warga masyarakat. Karena itu, dalam peristiwa penembakan terhadap Riyadus Sholihin ini KontraS menuntut kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk :

  1. Mengakui insiden ini sebagai kesalahan dari petugas kepolisian dan menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini kepada pihak korban dan masyarakat.
  2. Melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus ini dengan transparan, akuntabel dan profesional;
  3. Melakukan evaluasi secara menyeluruh dan langkah-langkah perbaikan terhadap kinerja Polres Sidoarjo;
  4. Memberhentikan secara tidak hormat kepada seluruh petugas yang terlibat dalam kejadian ini dan memproses kasusnya sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku;
  5. Memenuhi hak korban dengan memberikan kompensasi, dan rehabilitasi yang layak demi kemanusiaan;

Surabaya, 31 Oktober 2011
Badan Pekerja KontraS Surabaya

Andy Irfan
Koordinator

Sebarkan !