Istirahatlah Kata-Kata

“Tidurlah kata-kata kita bangkit kita bangkit nanti menghimpun tuntutan-tuntutan yang miskin papa dan dihancurkan”

Bulan maret 1998, serangkaian operasi penculikan dilakukan oleh Tim Mawar Kopassus, puluhan aktivis diculik, ditahan dan disiksa di berbagai penjara tersembunyi. Sebagian mereka disiksa habis dan setelahnya dibebaskan oleh Tim Mawar, namun sebagian lagi hilang tak berbekas dalam operasi penghilangan paksa tersebut.

Pada bulan September 2003 Komnas HAM membentuk tim pengkajian Komnas HAM tentang peristiwa Penghilangan Paksa 1997-1998, dan merekomendasikan pembentukan tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM peristiwa penghilangan orang secara paksa tersebut. Di tahun 2006 Komnas HAM meyerahkan hasil penyelidikan dan merekomendasikan tiga hal: pertama, meminta Jaksa Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan melakukan penyidikan baik terhadap peristiwa yang terjadi sebelum berlakunya UU 26 Tahun 2000 maupun peristiwa yang sampai dengan sekarang masih berlangsung (korban yang sampai sekarang belum kembali); kedua, menyampaikan hasil penyelidikan kepada DPR RI dan Presiden untuk mempercepat proses pembentukan pengadilan HAM ad hoc; ketiga, mengupayakan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi para korban dan keluarga korban.

Pada tanggal 28 September 2009, Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan 4 poin hasil kerja Pansus terkait peristiwa penculikan dan penghilangan paksa aktivis 97/98, diantaranya:

  1. Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc.
  2. Merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak-pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM masih dinyatakan hilang.
  3. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang.
  4. Merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan parktik penghilangan aksa di Indonesia.

Dalam perjalanannya rekomendasi ini diabaikan begitu saja oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) semula membawa harapan bagi penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, dalam pidatonya peringatan Hari HAM Internasional tahun 2014, dia menyatakan komitmennya untuk memegang teguh dan berjalan dalam ranah konstitusi.

Dalam perjalanannya sampai dengan saat ini, negara masih bungkam atas kasus-kasus penghilangan paksa yang pernah terjadi. Presiden Jokowi sejauh ini hanya memberikan janji melalui visi misi saat Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Nawacita yang menegaskan akan menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Penghilangan Paksa 1997-1998 secara berkeadilan.

Wiji Thukul merupakan satu contoh diantara aktivis tersebut, lahir pada 26 Agustus 1963 dan menjadi kegelisahan bagi Orde Baru, sosok yang memberi estetik perlawanan ini dikenal sebagai penyair yang mampu menyihir kata-kata menjadi peluru, melebihi tajamnya peluru konvensional. Peluru yang diproduksi Wiji Thukul jauh melampaui peluru yang hanya mampu mengoyak-ngoyak daging. Lebih dari itu, pelurunya ini mampu membakar dan meledakkan kesadaran beragam lapisan masyarakat, serta dapat menjadi hujan yang teduh bagi siapa saja yang menangkap esensi dari karyanya.

Lewat Istirahatlah Kata-Kata, Sutradara Yosep Anggi Noen ingin menghidupkan sosok Wiji Thukul kepada bangsa Indonesia untuk kemudian menepuk bahu, “Kau bisa terus berjuang untuk kebaikan menggunakan cara apapun!” Sejatinya, Wiji Thukul sosok manusia biasa. Namun yang membuatnya istimewa dan bahkan membuat rezim Orde Baru susah payah harus menerkamnya, karena dirinya punya kesetian hakiki dan percaya bahwa puisi serta kata-kata mampu melawan ketertindasan! Terlebih di tengah kondisi yang membuka banyaknya akses untuk menyalurkan gagasan atau berjuta semangat ke khalayak luas, tentu menjadi kian penting untuk belajar memanfaatkan kata-kata seperti yang telah dicontohkan oleh Wiji Thukul.

Film “Istirahatlah kata-kata” menjadi pengingat bagi kita agar jangan lupa dengan nasib Wiji Thukul dan orang hilang. Kepada mereka hutang kemanusiaan harus kita lunasi. Film “Istirahatlah Kata-Kata” akan tayang di bioskop mulai 19 Januari 2017. Film ini akan tayang secara serentak di 8 kota di Indonesia.

Untuk Itu kami dari Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) Jawa Timur, dan sahabat Wiji Thukul dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, mengajak masyarakat agar tetap merawat ingatan dan terus menerus mengingatkan pada pemerintah bahwa sampai saat ini 13 aktivis 98 masih hilang dan tidak diketahui keberadaanya.

Narahubung:
Sukis (Ikohi Jawa Timur) 081230005853
Fatkhul Khoir (KontraS Surabaya) 081230593651

Sebarkan !