Hentikan Persekusi dan Upaya Kriminalisasi atas Mahasiswa Papua!

Pada Rabu, 15 Agustus 2018, kembali terjadi persekusi atas komunitas mahasiswa Papua di Surabaya. Peristiwa dimulai pada sekitar pukul 12.30 WIB ketika ada puluhan orang massa yang menggunakan pakaian dan atribut ormas tertentu, mendatangi asrama mahasiswa Papua di Jl. Kalasan, Surabaya.

Pace Yp, salah satu mahasiswa Papua yang menempati asrama menemui massa dan menanyakan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Salah satu pimpinan massa ormas mengatakan bahwa mereka akan memasang bendera merah putih dan melakukan upacara pengibaran bendera di halaman asrama. Pada saat berlangsung dialog antara mahasiswa dan anggota ormas tersebut, sekitar 5-6 orang masa dari ormas masuk ke dalam asrama.

Beberapa mahasiswa Papua yang kebetulan berada di halaman asrama berusaha menghadang massa agar tidak masuk asrama. Terjadilah aksi saling dorong, sekitar 5-6 orang dari massa menyerang para mahasiswa Papua dengan mencekik leher dan memukul. Salah satu mahasiswa Papua, yang bernama Pace Ws, lari ke pojok depan halaman asrama dan salah satu anggota ormas tersebut berusaha mengejarnya. Karena merasa tersudut akibat aksi kekerasan yang dialaminya, Pace Ws berusaha membela diri dan mengambil apa saja yang ada di sekitarnya dan menemukan golok (yang biasa dipakai untuk potong kayu) di atas meja di lorong asrama. Melihat temannya dikejar massa ormas, para mahasiswa Papua yang lain secara spontan mengangkat kursi atau apapun yang ada di depannya untuk dilempar dengan maksud hal tersebut dapat mengusir massa ormas.

Melihat perlawanan dari para mahasiswa Papua, massa ormas yang mengejar Pace Ws, berlari dan sempat terjatuh di bawah tangga Asrama sebelum kemudian kembali bergabung dengan kelompoknya yang berada di luar asrama. Massa ormas juga melakukan pengrusakan pagar asrama dan meneriakkan kata-kata bernada kebencian yang ditujukan kepada mahasiswa Papua.

Kejadian ini tidak berlangsung lama, sekitar jam 12.45 WIB massa ormas berkumpul di seberang jalan asrama dan pada jam 15.00 mereka membubarkan diri. Pada saat kejadian terlihat sejumlah aparat kepolisian berada tak jauh dari asrama, tepatnya di depan RSIA Siti Aisyiyah Surabaya. Aparat kepolisian hanya mendiamkan kejadian tersebut tanpa melakukan tindakan apapun.

Tindakan massa ormas tersebut jelas merupakan tindak pelanggaran pidana, melanggar Pasal 167 ayat (1), pasal 460, pasal 170 Jo 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Kemudian, pada pukul 20.00 WIB polisi datang ke asrama. Aparat akan melakukan interogasi dan pengeledahan dan mahasiswa berusaha menolaknya. Pada pukul 21.00 WIB tim kuasa hukum bernegoisasi dengan pihak Reskrim dan menghasilkan kesepakatan bahwa tidak akan dilakukan pengeledahan dengan syarat mahasiswa menyerahkan alat bukti berupa barang. Pada pukul 21.30 WIB saat salah satu mahasiswa akan menyerahkan alat bukti tersebut dan dalam proses pembuatan berita acara penyerahan, secara tiba-tiba rombongan Kapolres datang dan meminta semua mahasiswa yang berjumlah 49 orang yang terdiri 45 mahasiswa dan satu anak (usia 14 tahun), termasuk 4 orang perempuan, diminta untuk meninggalkan asrama dan naik mobil untuk dimintai keterangan di Polrestabes Surabaya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya dan Federasi KontraS mendesak agar:

1. Kepolisian membebaskan semua mahasiswa Papua yang diperiksa oleh Polrestabes Surabaya dari semua tuduhan;

2. Kepolisian segera melakukan proses hukum terhadap seluruh oknum ormas yang melakukan tindakan pengrusakan dan kekerasan di asrama Papua di Jalan Kalasan Surabaya.

3. Adanya evaluasi atas tindakan anggota Polrestabes Surabaya dalam peristiwa ini, khususnya kepada Kapolrestabes Kota Surabaya.

4. Kepolisian wajib memberikan perlindungan kepada mahasiswa Papua dari segala ancamam kekerasan yang sering mereka alami dan menghentikan segala bentuk tindakan persekusi yang bertentangan dengan hukum dan HAM.

Surabaya, 16 Agustus 2018
Fatkhul Khoir

Sebarkan !