Warga Syiah Sampang Alami Trauma Pasca Relokasi Paksa

SURABAYA, JAWA TIMUR — Pemimpin Syiah Sampang, Iklil Almilal mengatakan relokasi paksa ini merupakan tindakan kekerasan yang telah direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sampang, yang menghendaki warga Syiah dikeluarkan dari Madura.

“Itu kan jelas kami dipaksa, dan opsi ini sudah lama mereka tawarkan. Kalau memang itu tidak pengusiran, kami (akan) sukarela (pindah karena) memang atas kemauan kami. Kenapa kami harus teriak? Kami harus melawan. Kami tidak mau, kan seperti itu,” kata Iklil Almilal, Pemimpin Syiah Sampang.

Sekitar 165 orang warga Syiah Sampang yang direlokasi dari GOR Sampang oleh Pemerintah Kabupaten Sampang, Kamis lalu, kini menempati menempati rumah susun Jemundo, di Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.

Ketidakjelasan terkait sampai kapan warga Syiah Sampang menempati rumah susun di Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo ini, memicu kekhawatiran akan kelangsungan masa depan para orang tua dan anak-anak yang merasa terusir. Ummi Khulsum, warga Syiah Sampang mengatakan, relokasi paksa ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak berpihak pada masyarakat yang menjadi korban.

“Iya itu gak ada kepastian dari pemerintah ‘gitu, sampai berapa bulan disini kita tidak dikasi tahu. Nah itu saya kecewanya sama pemerintah, kenapa pemerintah memperlakukan kita seperti ini,” papar Ummi Khulsum, Warga Syiah Sampang.

Menurut Iklil Almilal, relokasi paksa oleh kelompok intoleran yang didukung pemerintah, menimbulkan trauma tersendiri pada anak-anak maupun para perempuan.

“Setelah sampai disini, anak-anak kecil terutama ya trauma. Sebenarnya kejadian kemarin (itu terjadi) di depan mereka, dengan paksa. Mereka ya jelas (anak-anak itu) masih ada rasa ketakutan, seperti itu,” jelas Iklil Almilal, Pemimpin Syiah Sampang

Pengusiran paksa yang tidak manusiawi serta tidak memperdulikan kesamaan hak warga negara, disesalkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (LSM Kontras). Anggota Divisi Monitoring dan Dokumentasi Kontras Surabaya, Mohammad Khamim mengungkapkan, model pengusiran paksa ini jelas merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh pemerintah kepada rakyatnya.

“Kita turut prihatin dan tentu kita mengecam model atau proses daripada pengusiran paksa, begitu kan, yang dilakukan oleh jajaran pemerintah di Kabpaten Sampang, baik itu DPRD, Wakil Bupati, dan beberapa pemerintah yaitu Kesbangpol, dan juga melihat pembiaran Kepolisian terkait pemaksaan yang dilakukan oleh beberapa Kiyai yang masuk di dalam gedung GOR waktu itu,” ungkap Mohammad Khamim, Anggota Divisi Monitoring dan Dokumentasi Kontras Surabaya.

Sebarkan !